
Oleh : Angga Sagita
Nafas yang terhembus keluar beriringan dengan aliran udara yang masuk kemudian, bersama segelas air hangat yang disuguhkan untuk menemani malam yang dingin kini. Serasa longgar paru-paruku kala kuhirup nafas, karena saat ini aku tak perlu berebut udara dengan insan lainnya. Malam ini aku menepikan kesendirianku di antara bangku warung kosong yang bengong bersamaan dengan rintihan anjing yang melolong.
Kala siang tempatku singgah ini adalah tempat di mana para pribadi bertemu bersamaan banyak hal yang di bawa dalam benaknya penuh hingga tak bertempat namun kelak mengisi sesuatu yang kosong di perutnya.
Siang terisi malam menjadi kosong. Hanya kesenyian yang turut duduk mengisi di antara bangku-bangku seraya menantikan tuannya di keesokan hari.
Tirai kelambu kaca pun tertutup bersamaan tersingkaplah tirai ketenangan dalam hati yang merasakan kehakikian sebuah kedamaian di mana sering terlewatkan oleh para manusia di dalam pelukan kelelahan dan kepenatan setelah turut menari beriringan dengan nyanyian sinar mentari serta alunan waktu.
Seketika itu pula terngiang nama-nama orang yang telah kita kasihi dan mereka yang menunggu kita sayangi hingga terlafalkan kalimat syukur atas apa yang dimiliki oleh diri ini yang bernamakan keluarga. Harta yang utama.
Dalam genggaman kasih sayang kita teringat hutang cinta yang belum terbagi kala sebelumnya telah mereka bayar terlebih dahulu tanpa adanya meminta kembali atau kita sering memanggilnya dengan ketulusan. Sekali lagi bangku kosong ini menjadi teman tepian kesendirianku. Bersama bayangan mereka.
Bila kesunyian ini terbayar dengan mereka yang kita kasihi, maka tak ada yang lebih mahal daripada itu. Apalah kita ini yang telah memeluk gunung namun lupa akan pohon-pohon yang menaunginya. Terdudukku masih tetap merenungkannya. Sesekali hangatnya air meraba kerongkonganku dan perlahan merayap ke dalam lambungku.
Mengapa orang selalu takut kesepian bila di dalamnya sebenarnya tersimpan kesukacitaan yang sesungguhnya dari hati seorang manusia? Mengapa hingar bingar selalu menggantikan ketenangan yang telah lama ada di balik karunia malam. Karena bagi siapapun yang selalu terbangun lebih dahulu senantiasa melihat lebih awal dibandingkan dengan mereka yang masih terjaga dalam tidurnya. Dan dialah yang akan pertama melangkah kala yang lainnya masih mencoba untuk melihat. Bangku-bangku ini pun mulai memahami keresahan dalam hatiku.
Heranku dengan sesamaku yang mengisi dalam dirinya yang kosong tanpa tahu apa yang diisinya dan untuk apa ia mengisi kosong perutnya. Jika rasa lapar yang menjadi jawaban maka lumrahlah jika manusia selalu dalam keadaan lapar… namun akan menjadi terlalu bilamana mereka mengisi sesuatu yang talah terisi sebelumnya bukan untuk menutup rasa laparnya melainkan karena berusaha menutup keinginannya yang tak pernah larut dan surut dalam ketamakannya.
Gaung suara panggilan doa telah berdengung, maka saatnya tangan ini mengatup dan lapisan pipi ini terairi air mata untuk sejenak berbicara dalam curahan perasaan dengan Dia yang telah aku tunggu-tunggu saatnya hingga saat ini. Seteguk hangatnya air kembali meraba kerongkonganku dan kuhela nafas panjang untuk menunjukan rasa kepuasanku akan belaian kedamaian.
Komentar
Posting Komentar