Sangat tidak mudah bagiku untuk mengakui dan jujur bahwa sering kali aku ingin kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang ingin aku perbaiki, merubah apa yang tak sepatutnya aku terima hari ini, dan menjadikan segalanya lebih baik saat ini dengan menyebrang
ke masa lalu.
Meski raga ini terbatas untuk meloncat ke sana, tapi pikiranku tak henti-hentinya meraung ingin merayap ke arahnya. Sulit ku untuk menerima kenyataan bahwa tempat terjauh bagi ku saat ini dan selamanya adalah masa lalu tapi entah mengapa begitu dekat melekat di benakku tak ubahnya tembok ratapan yerusalem yang tak henti menjulang dengan angkuhnya mempertontonkan harapan dan keinginan akan sebuah kebebasan.
keenggananku untuk mengakui betapa tak mampuku kembali ke masa lalu hanya membuahkan luka yang berdarahkan penyesalan, kesedihan, dan keputusasaan.. Untuk apa aku meratap ke ujung naungan yang tak akan mampu aku berlayar ke arahnya jika aku lebih mampu memandang ke arah cakrawala letak mentari baru senantiasa ada untuk harapan yang nyata.

Komentar
Posting Komentar